Perihal Hidup, Perihal Menempatkan Diri
Table of Contents
Perihal hidup, perihal menempatkan diri. Apa yang kita rasakan adalah kebanyakan dipengaruhi oleh apa yang kita pikirkan, terhadap apa yang kita terima (melalui panca indera). Dan apa yang kita terima itu, selayaknya dapat kita kondisikan sesuai porsi bagaimana (hati) kita menempatkan diri.
Melihat cuaca mendung misalnya, jika pikiran kita layaknya orang yang mau bepergian, maka mendung bisa jadi perkara yang tidak kita sukai (eh lebih tepatnya tidak kita setujui).
Namun jika pikiran kita seperti pikiran petani -yang mengharap turunnya hujan untuk 'kemakmuran' tanaman mereka- maka mendung adalah perkara yang akan kita sukai (emm kita setujui).
Nah, biasanya -sepanjang saya mengamati-, kita lebih mengharapkan datangnya perkara yang menjadikan kita suka daripada yang kita benci. Dawuhe Gusti Allah, "Bisa jadi apa yang tidak kita sukai ternyata baik bagi kita. Apa yang kita sukai ternyata buruk bagi kita" (QS Al-Baqarah: 216). Yang kemudian ini menjadi isyarat, hendaknya kita lebih mengutamakan 'kebaikan' (yang diketahui oleh Allah, tidak diketahui oleh kita) daripada kecenderungan rasa kita sendiri. "ÙˆَاللَّÙ‡ُ ÙŠَعْÙ„َÙ…ُ ÙˆَØ£َنتُÙ…ْ Ù„َا تَعْÙ„َÙ…ُونَ"
Perihal hidup, perihal menempatkan diri. "Allah mengetahui, dan kita tidak". Menempatkan diri sebagai hamba Tuhan yang serba tidak tahu adalah jalan kepercayaan hamba kepada Tuhannya. Percaya bahwa segalanya sudah diatur sangat baik oleh Tuhan. Dan kita tinggal mensyukuri sembari menjalani, bersabar sementara menghadapi.
Jadi sebaiknya tak usah mempermasalahkan mendungnya. Tapi lebih baik menata bagaimana hati kita (memposisikan diri) menanggapinya (sebagai kebaikan).
Wallahu a'lam.
Post a Comment