Membiasakan Zikir dan Pikir, Menyandang Predikat Ulul Albab (Ali Imran: 191)
Table of Contents
Dibaca normal 4 menit
Kita sering mendengar istilah Ulul
Albab atau Ulil Albab, ntah pada satu bacaan teks, pada nama
seseorang, atau yang lainya. Dalam Surah Ali Imran ayat 190 tersebut lafadz (أولى الألباب) Ulil Albab (Dibaca Ulil karena
terletak sesudah huruf jer ل). Nah, bagaimana
Prof. Dr. M. Quraish Shihab menjelaskannya?
Berikut kutipan surah Ali Imran ayat
191 dalam Tafsir Al-Mishbah (dengan sedikit penyesuaian).
***
Kata (الألباب)
al-albab adalah bentuk jama’ dari (لب)
lubb yaitu saripati sesuatu. Kacang, misalnya memiliki kulit yang
menutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb.
Ulul Albab adalah orang-orang yang
memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide
yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang merenungkan tentang
fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang
keesaan dan kekuasaan Allah swt.
Ulil Albab = Pezikir dan Pemikir
Pada dua ayat selanjutnya,
dijelaskan sebagian dari ciri-ciri siapa yang dinamai Ulul Albab. Mereka adalah
orang-orang yang terus-menerus mengingat Allah (الذين يذكرون الله) dengan ucapan, dan atau hati dalam
seluruh situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring (قياما وقعودا
وعلى جنوبهم) atau bagaimanapun.
Dan mereka memikirkan tentang
penciptaan (ويتفكرون في خلق) yakni kejadian dan
sistem kerja langit dan bumi (السماوات والأرض).
Setelah itu ia berkata sebagai
kesimpulan: ‘Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan alam raya dan
segala isinya ini dengan sia-sia (ربنا ما خلقت
هذا باطلا) tanpa tujuan yang hak.
Apa yang kami alami, lihat, atau
dengar dari keburukan atau kekurangan. Maha Suci Engkau (سبحانك) dari semua itu. Itu adalah ulah, atau
dosa dan kekurangan kami yang dapat menjerumuskan kami ke dalam siksa neraka. Maka
peliharalah kami dari siksa neraka (فقنا عذاب
النار).
Zikir dan Pikir, Jalan Mengenal
Allah
Yang terlihat bahwa objek zikir
adalah Allah, sedang objek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena
alam. Ini berarti, pengenalan kepada Allah lebih banyak didasarkan kepada
kalbu, sedang pengenalan alam raya oleh penggunaan akal, yakni berpikir.
Akal memiliki kebebasan
seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan
dalam memikirkan Dzat Allah. Karena itu, dapat dipahami bahwa sabda Rasululah
saw yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas, “Berpikirlah tentang
makhluk Allah, dan jangan berpikir tentang Allah.”
Tuhan, Tiada Yang Kau Ciptakan
Sia-Sia
Adapun ayat (ربنا ما خلقت هذا باطلا) merupakan sebuah natijah dan kesimpulan
upaya zikir dan pikir. Bisa juga dipahami zikir dan pikir itu mereka lakukan
sambil membayangkan dalam benak mereka bahwa alam raya tidak diciptakan Allah
sia-sia.
Zikir didahulukan atas pikir karena
dengan zikir mengingat Allah dan menyebut-nyebut nama dan keagungan-Nya, hati
akan menjadi tenang. Dan dengan ketenangan, pikiran akan menjadi cerah, bahkan
siap untuk memperoleh limpahan ilham dan bimbingan Ilahi.
Memuji-Nya, baru bermohon pada-Nya
Sebab jika kita perhatikan, terdapat
lafadz (سبحانك) subhanaka yang
terjemahannya adalah Maha Suci Engkau, atas permohonan terpelihara dari
siksa neraka adalah mengajarkan (adab-red) bagaimana seharusnya bermohon,
yaitu mendahulukan penyucian Allah dari segala kekurangan, yaitu memuji-Nya
baru mengajukan permohonan.
Ini demikian, agar si pemohon
menyadari aneka nikmat Allah yang telah melimpah kepadanya sebelum adanya
permohonan, sekaligus untuk menampik segala macam kekurangan dan ketidakadilan
terhadap Allah, apabila ternyata permohonan yang diajukan belum diperkenankan-Nya.
***
Semoga kita digolongkan oleh-Nya
sebagai hamba-Nya yang Ulul Albab (meskipun kita tak menyandang nama
ini), yakni yang memiliki akal yang murni, yang tak terselubungi oleh kabut
ide, berzikir (pada Allah dalam setiap kondisi) dan berpikir (terhadap
ciptaan-ciptaan-Nya), Memuji-Nya ketika hendak memohon sesuatu kepada-Nya.
Wa Allah a’lam
Post a Comment