Mengenal Kaidah Fiqh, Rumusan dari Berbagai Masalah Fiqh
Table of Contents
Fiqh Sebagai Hasil Ijtihad
Umumnya sebagian besar dari kita pasti pernah belajar mengenai hukum keislaman, terutama berkaitan dengan ibadah dan muamalah. Pada sekolah-sekolah berhaluan Islam, madrasah, bahkan pesantren, ia dikenal dengan bidang dirasah "fiqh". Namun pada pembahasannya, fiqh yang dipelajari itu mayoritas membahas tentang fiqh praktis atau dikenal dengan istilah fiqh cabang (fiqh furu'). Masalah yang dibahas merupakan buah (matang) dari hasil pemikiran para Imam Mujtahid. Seperti hukum, syarat dan rukun shalat, yang membatalkan, serta tata cara pelaksanaannya.
Kaidah Fiqh Sebagai Pengurai Benang Kusut
Pada Buku karangan para alumni pesantren Lirboyo, Formulasi Nalar Fiqh; Telaah Kaidah Fiqh Konseptual, dikatakan bahwa pembahasan fiqh (furu’) yang sangat detil dan kompleks kadangkala terlihat seperti rancu/tidak pakem terkait satu hal pada beberapa jenis ibadah. Seperti halnya wajibnya membaca niat pada puasa ramadhan, tetapi tidak wajib pada puasa sunnah. Atau wajibnya shalat dengan berdiri sempurna, tetapi boleh duduk bahkan berbaring bagi yang tidak kuasa.
Kaidah Fiqh Sebagai Pengurai Benang Kusut
Pada Buku karangan para alumni pesantren Lirboyo, Formulasi Nalar Fiqh; Telaah Kaidah Fiqh Konseptual, dikatakan bahwa pembahasan fiqh (furu’) yang sangat detil dan kompleks kadangkala terlihat seperti rancu/tidak pakem terkait satu hal pada beberapa jenis ibadah. Seperti halnya wajibnya membaca niat pada puasa ramadhan, tetapi tidak wajib pada puasa sunnah. Atau wajibnya shalat dengan berdiri sempurna, tetapi boleh duduk bahkan berbaring bagi yang tidak kuasa.
Beberapa jenis ibadah di atas dibahas pada bab fiqh, tetapi tanpa rumusan (kaidah) fiqh, benang merah antar beberapa masalah di atas tidak sepenuhnya dipahami.
Selain itu, oleh tim penulis dikatakan lebih lanjut, jika kita hanya mempelajari satuan hukum fiqh (praktis/furu') tanpa disertai rumusan/kaidahnya, maka yang akan kita peroleh adalah keruwetan yang bisa menjadi tak berujung pangkal. Hal ini disebabkan, hidup kita sangat dinamis, yang pada setiap masa dan generasi, banyak permasalahan yang terjadi, sehingga bisa jadi, produk hukum fiqh buah para mujtahid pada puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu, kurang begitu relevan di masa sekarang. Bapak KH. Jalal Suyuthi pernah memberi contoh, misalnya tentang perbudakan, yang aturan hukum-hukumnya dibahas pada kitab-kitab fiqh konvensional, kini tidak lagi dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, oleh tim penulis dikatakan lebih lanjut, jika kita hanya mempelajari satuan hukum fiqh (praktis/furu') tanpa disertai rumusan/kaidahnya, maka yang akan kita peroleh adalah keruwetan yang bisa menjadi tak berujung pangkal. Hal ini disebabkan, hidup kita sangat dinamis, yang pada setiap masa dan generasi, banyak permasalahan yang terjadi, sehingga bisa jadi, produk hukum fiqh buah para mujtahid pada puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu, kurang begitu relevan di masa sekarang. Bapak KH. Jalal Suyuthi pernah memberi contoh, misalnya tentang perbudakan, yang aturan hukum-hukumnya dibahas pada kitab-kitab fiqh konvensional, kini tidak lagi dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Memantapkan Fiqh dengan Memahami Kaidahnya
Beberapa kondisi di atas menunjukkan bahwa perlunya kita untuk tak hanya memahami fiqh furu’ (cabang/praktis), tetapi juga dituntut untuk menguasai pangkal persoalan atau substansi hukumnya. Cara satu-satunya untuk mencapai hal itu tidak lain adalah dengan mempelajari kaidah-kaidah fiqh, baik kaidah ushuliyyah maupun fiqhiyyah.
Karena kaidah ushuliyyah meneliti dalil/dasar dari fiqh (yakni al-Qur’an dan hadits), yang mana diperlukan syarat-syarat yang ketat untuk menguasainya, maka solusi utamanya ada pada kaidah fiqhiyyah. Sebab dalam kaidah fiqhiyyah tidak terdapat persyaratan seketat syarat-syarat dalam kaidah ushuliyyah, disamping penguasaan bahasa Arab tidak menjadi patokan utama.
Yang menjadi modal utama dalam kaidah fiqhiyyah adalah upaya pemahaman atas prinsip-prinsip dasar suatu hukum fiqh, termasuk benang merah/rumusannya. Ini artinya, dari berbagai macam masalah fiqh yang sangat luas cakupannya, kita dapat lebih sederhana mempelajarinya melalui disiplin ilmu kaidah fiqhiyyah. Seperti bolehnya shalat dengan duduk serta mengganti puasa di hari lain bagi orang yang sakit, menunjukkan satu rumusan/kaidah bahwa “kesulitan mendatangkan kemudahan”.
Kaidah Fiqhiyyah yang Kulliyyah dan Aghlabiyyah
Kaidah-kaidah fiqhiyyah tersebut meliputi 5 kaidah pokok yang skala cakupannya sangat komprehensif (kulliyyah) yang ruang lingkup cabang/furu’iyyahnya sangat luas, serta kaidah-kaidah lainnya yang cakupan furu’iyyahnya tak seluas yang pertama, yang bersifat representatif (aghlabiyyah).
Wa Allah a’lam
***
Sumber bacaan:
***
Sumber bacaan:
"Formulasi Nalar Fiqh; Telaah Kaidah Fiqh Konseptual", Penyusun Abdul Haq, Ahmad Mubarok, Agus Rouf bekerja sama dengan Kaki Lima (Komunitas Kajian Ilmiah Lirboyo, 2005).
Tulisan ini diabadikan dalam rangka melanggengkan keilmuan dan tradisi Islam, utamanya pada Bab Kaidah Fiqhiyyah, agar dapat dinikmati kalangan luas serta supaya bisa lebih memberi manfaat, tidak sekedar dibaca, tetapi juga dapat diaplikasikan dalam kehidupan.