Barang Pinjaman Rusak, Siapa Yang Bertanggungjawab? (Ngaji Fiqh)
Table of Contents
Dibaca normal 4 menit
Setiap barang yang kita pinjam dari seseorang, pasti
memiliki risiko untuk mengalami kerusakan. Lalu jika memang terjadi, siapakah
yang bertanggungjawab terhadap kerusakan itu? Apakah kita yang meminjam, atau
pemilik yang meminjami?
Dalam Kitab Fath al-Qarib, diterangkan bahwa ...
Yang Menentukan: Izin/Kewajaran Penggunaan
Mushonnif Kitab, Syaikh Muhammad al-Ghazi menjelaskan, bahwa peminjam
wajib bertanggungjawab apabila kerusakan yang terjadi adalah akibat penggunaan
yang tidak diizinkan.
Seperti halnya seseorang yang meminjam kendaraan, angkutan,
atau pakaian, maka semestinya ia menggunakannya sesuai izin pemakaian atau pada
kapasitas yang wajar.
Peminjam Tidak Wajib Bertanggungjawab
Contoh sederhananya, apabila kita meminjam baju, lalu saat
memakainya tiba-tiba ada kancingnya yang lepas, maka tidak ada tanggungan bagi
kita untuk memperbaikinya.
Atau saat meminjam sepeda motor untuk bepergian, kemudian di
tengah perjalanan tiba-tiba bannya bocor, maka kita juga tidak wajib
menanggungnya.
Hal ini apabila kita menggunakannya sesuai dengan yang
sewajarnya diizinkan.
Peminjam Harus Bertanggungjawab
Namun jika penggunaannya tidak wajar, seperti memakai baju
(untuk sekolah) tetapi digunakan untuk bermain sehingga menyebabkan baju sobek,
atau meminjam sepeda untuk cenglu, maka apabila bannya bocor berarti itu
menjadi tanggungjawab yang meminjam.
Peminjam juga wajib bertanggungjawab apabila kerusakan
terjadi akibat kecerobohan, seperti memakai pakaian tergesa-gesa sehingga
menyebabkannya sobek, atau berkendara tetapi sambil bermain gawai sehingga
menyebabkan jatuh atau menabrak pengendara lain.
Jika demikian, maka peminjam wajib menanggung kerusakan yang
ada.
Terjadi Beda Pendapat Apabila Kedua Belah Pihak Berselisih
Apabila yang meminjam dan yang meminjami berselisih apakah
kerusakan itu terjadi karena digunakan secara wajar ataukah karena kesengajaan/kecerobohan,
maka pendapat yang dibenarkan adalah yang meminjami.
Ini seperti yang dikatakan Syaikh Zainuddin al-Malibari
dalam Fath al-Mu’in, merujuk pada ungkapan “Asal
permasalahan dalam Pinjam-Meminjam adalah tanggungan, hingga ada hal-hal yang
menggugurkan tanggungan itu.”
Namun dalam syarh-nya,
I’anah ath-Thalibin, Sayyid Abu Bakr Syatho ad-Dimyathi menganggap yang
dibenarkan adalah yang meminjam, dengan mengutip kaidah “Asal segala
permasalahan adalah bebasnya seseorang dari tanggungan.” Ini lantaran sulitnya
mendatangkan bukti rusaknya barang yang dipinjam.
Hemat penulis, selayaknya kita dapat ...
Menyikapi Hukum dengan Hikmah
Pada dasarnya, tujuan hukum pinjam-meminjam adalah untuk
menunjukkan kejelasan tentang prosedur yang seharusnya ditempuh.
Akan tetapi, jika kedua belah pihak (yang meminjam dan yang
meminjami) saling terbuka dan mudah untuk berdiskusi secara kekeluargaan, maka
kerusakan pada barang pinjaman bukanlah masalah besar.
Kembali ke asas mu’amalah, ridho bir ridho, suka sama suka.
Wa Allah a’lam.
Referensi:
1.
Fath al-Qarib al-Mujib. Syaikh
Muhammad bin Qasim al-Ghazi. Toha Putra Semarang. Hlm 36.
(وهي)
أي العارية لا باستعمال مأذون فيه (مضمونة على المستعير بقيمتها يوم تلافها)
لابقيمتها يوم طلبها ولا بأقصى القيم فان تلفت باستعمال مأذون فيه كاعارة ثوب
للبسه فانسحق أو انمحق بالاستعمال فلا ضمان
2.
Fath al-Mu’in. Syaikh Zainuddin
al-Malibari. Pustaka Alawiyah Semarang. Hlm 83.
و شرط التلف
المضمن أن يحصل (لا باستعمال) وان حصل معه فان تلف هو أو جزءه باستعمال مأذون فيه
كركوب أو حمل أو لبس اعتيد فلا ضمان للإذن فيه وكذا لا ضمان على مستعير من نحو
مستأجر اجارة صحيحة فلا ضمان عليه
(فرع) لو
اختلفا في أن التلف بالاستعمال المأذون فيه أو بغيره صدق المعير كما قال الجلال
البلقيني لأن الأصل في العارية الضمان حتى يثبت مسقطه
3.
I’anah ath-Thalibin Juz III. Sayyid
Abu Bakr Syatho ad-Dimyathi. Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah. Hlm 130—132.
(قوله
ان يحصل) أي التلف معه أي الاستعمال المأذن فيه كأن استعار دابة لاستعمالها في
ساقية فسقطت في بئرها فماتت فيضمنها المستعير لأنها تلفت في الاستعمال لا به (قوله
فان تلف هو الخ) مفهوم قوله لا باستعمال قال البجيرمي حاصله أن يقال ان تلفت
بالاستعمال المأذن فيه لا ضمان ولو بالتعثر من ثقل حمل مأذون فيه وموت به وانمحاق
ثوب يلبسه لانومه فيه حيث لم تجر العادة بذلك بخلاف تعثره بانزعاج أو عثوره في
وهدة أو ربوة أو تعثره لا في الاستعمال المأذون فيه فانه يضمن في هذه الأمور ومثله
سقوطها في بئر حال السير كما قال م ر
(قوله لو
اختلفا) أي المعير والمستعير صدق المعير أي بيمينه وجرى م ر على تصديق المستعير لأن
الأصل براءة ذمته وعبارته ولواختلف في حصول التلف بالاستعمال المأذون فيه أو لا
صدق المستعير بيمينه كما أفتى به الوالد رحمه الله تعالى لعسر اقامة البينة عليه ولأن
الأصل براءة ذمته خلافا لما عزى للجلال البلقيني
من تصديق المعير
Post a Comment