Yang Berakal, Seyogyanya Menjadi Subjek Yang Berkarya Menyesuaikan Zaman
Table of Contents
Seperti yang umum kita ketahui, bahwa zaman selalu berubah, searah dengan perkembangan teknologi dan kecenderungan kebiasaan kita, baik kita sebagai objek maupun subjek zaman.
Sebagai objek, kita seakan telah banyak dimudahkan dengan adanya kecanggihan teknologi.
Yang terdekat seperti teknologi gawai dan internet (informasi dan komunikasi), yang memanjakan kita dalam bertransaksi jual beli (ekonomi), silaturrahmi (sosial), hingga belajar-mengajar seperti hari-hari ini (pendidikan).
Teknologi yang mulanya dianggap sebagai penunjang, lama-kelamaan seperti telah berubah menjadi tuntutan dan kebutuhan, yang seakan-akan kini telah menjadi kebiasaan (budaya).
Oleh karena tuntutan zaman itulah, kita yang dikaruniai akal, tak sepantasnya hanya puas sebagai objek zaman, tetapi lebih dari itu, sepantasnya harus bisa menjadi subjek (zaman).
Menjadi Subjek Yang Mengenal Zaman
Menjadi subjek zaman, kiranya nasihat yang kurang lebih masyhur didawuhkan Syaikhuna KH. Maimoen Zubair berikut bisa kita jadikan pedoman.
عَلَى الْعَاقِلِ أنْ يَكُوْنَ عَارِفًا بِزَمَانِهِ
Bahwa sebagai orang yang berakal, hendaknya kita bisa menjadi pribadi yang mengenal zaman, kapan dan di mana kita berada.
Penulis merasa tergugah dengan satu teladan yang dicontohkan syaikhuna Maimoen. Seperti yang diceritakan Gus Baha dalam acara haul pertama Sang Guru, bahwa saat mbah Moen menerangkan ilmu tauhid dahulu, meskipun menggunakan materi yang sama (sesuai kitab), tetapi beliau sampaikan dengan kemasan (metode) yang berbeda.
Yakni mbah Moen menggambar sebuah piramid atau semacamnya, kemudian menerangkan tauhid dengannya.
"Sebuah gambar, dengan corak dan bentuknya kaya apapun, tetap dimulai dari satu titik."
Bahwa sekian banyak ciptaan yang ada, dengan berbagai watak dan karakternya, semuanya tanpa terkecuali berasal dari satu Pencipta, yakni Allah swt.
***
Hemat penulis, kita yang tergerak menjadi subjek zaman, dalam berkarya sepantasnya tetap mengikuti substansi materi para guru terdahulu (menyesuaikan ajaran), menyuguhkannya bersama metode atau inovasi-inovasi terbarukan (menyesuaikan zaman).
Berkarya (berdakwah, bekerja) tak hanya dalam dunia nyata, tetapi juga dunia maya. Demikian kiranya kita bisa dikatakan mengenal zaman.
Dawuh mbah Maimoen di atas bisa lebih kita sempurnakan dengan kalam hikmah yang diriwayatkan oleh Wahb bin Munabbih, seperti yang tertera dalam kitab Ihya' Ulumiddin.
Yakni selain mengenal zaman, kita juga tetap harus memperhatikan penyampaian lisan (baik ucapan maupun tulisan), dan tindak-tanduk serta sikap, kita sesuaikan dengan keadaan.
حَقٌّ عَلَى الْعَاقِلِ أنْ يَكُوْنَ عَارِفًا بِزَمَانِهِ حَافِظًا لِلِسَانِهِ مُقْبِلًا عَلَى شَأْنِهِ
"Orang yang berakal, hendaknya bisa menjadi pribadi yang
mengenal zaman, menjaga lisan, bertindak sesuai
keadaan."
Wa Allah a'lam.
Ihya' Ulumiddin hlm. 107 maktabah Karya Thoha Putera Semarang
via Google Books
Post a Comment