Meneladani Allah Al-Qahhar, Yang Maha Perkasa, Menundukkan Segalanya (16)
Kata Al-Qahhar terambil dari akar kata “qahara” yang dari segi bahasa berarti “menjinakkan, menundukkan untuk mencapai tujuannya,” atau “mencegah lawan mencapai tujuanya, serta merendahkannya.”
Dalam Al-Qur’an, kata Al-Qahhar terulang sebanyak enam kali, yang kesemuanya menunjuk pada Allah swt.
Makna Al-Qahhar
Menurut Al-Ghazali, Al-Qahhar diartikan sebagai “Yang mematahkan punggung para perkasa dari musuh-musuh-Nya dengan kematian dan penghinaan.”
Allah sebagai Al-Qahhar adalah Dia yang membungkam orang-orang kafir dengan kejelasan tanda-tanda kebesaran-Nya, menekuk lutut para pembangkang dengan kekuasaan-Nya.
Dia menjinakkan hati para pencinta-Nya, sehingga bergembira menanti di depan pintu rahmat-Nya.
Dia menundukkan panas dan dingin, menggabungkan kering dan basah, mengalahkan besi dengan api, memadamkan api dengan air, menghilangkan gelap dengan terang.
Dia pun menjeritkan kita, manusia, dengan kelaparan, tidak memberdayakan kita dengan tidur dan kantuk, memberi kita sesuatu yang tidak kita inginkan, dan menghalangi kita dari apa yang kita dambakan.
Berakhlak dengan Al-Qahhar
Bagi kita yang hendak meneladani sifat Allah ini, hendaknya terlebih dulu menyadari tujuan penciptaan kita sebagai manusia.
Bahwa Allah menciptakan kita, manusia, dengan tujuan menjadi khalifah di dunia, dalam arti memakmurkannya, membimbing, memelihara, dan mengarahkan makhluk-makhluk agar mencapai tujuan hidup mereka, dalam rangka beribadah kepada Allah swt.
Untuk maksud itu, kita harus dapat menyiasati diri serta menundukkan, menjinakkan, dan menguasai segala sesuatu yang dapat menghalangi tujuan penciptaan itu.
Salah satu, yang dapat menghalagi kita mencapai tujuan kita adalah hawa nafsu kita sendiri, karena itu kita harus mampu mengendalikan sekaligus menjinakkannya.
Nafsu tidak boleh dimatikan, tetapi ia harus dikendalikan dan diarahkan. Pengendaliannya bersumber dari kesadaran batin, yang menghasilkan pengaturan tentang waktu, cara, dan kadar pemenuhan.
Mengendalikan nafsu, bukan membendung atau melumpuhkannya, sehingga berguna untuk menghadapi musuh yang bermaksud membelokkan kita dari tujuan hidup yang besar, sebagai buah meneladani sifat Allah Al-Qahhar.
Wa Allah a’lam.
Diringkas dan dikutip dari referensi:
Menyingkap Tabir Ilahi; Asma al-Husna dalam Perspektif Al-Qur’an, karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab hlm. 87—93.
Post a Comment