Meneladani Sifat Al-'Adl, Allah Yang Maha Adil (30)
Makna Al-'Adl
Kata Al-'Adl berasal dari kata 'adala, yang bisa bermakna lurus dan sama. Seorang yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda.
Persamaan itulah yang menjadikan orang adil tidak pernah berpihak kepada salah seorang yang berselisih.
Al-'Adl merupakan salah satu asmaul husna yang menunjuk kepada Allah sebagai pelaku. Sehingga Allah Al-'Adl adalah Dia sebagai pelaku keadilan yang sempurna.
Al-'Adl Menurut Al-Ghazali
Dalam kehidupan ini, kita seringkali tidak menyadari keadilan Ilahi, atau bahkan meragukannya. Memang, sebelum menilai sesuatu itu adil atau tidak, kita harus dapat memperhatikan dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan objek yang kita nilai.
Imam Ghozali mengemukakan bahwa, yang adil adalah yang lahir darinya perbuatan keadilan, yang bertolak belakang tindakannya dengan penganiayaan dan kezaliman.
Tidak akan dapat diketahui siapa yang berlaku adil, kecuali mengetahui keadilannya. Dan tidak dapat diketahui keadilannya, siapa yang tidak mengetahui perbuatannya.
Karena itulah, untuk kita yang ingin memahami sifat ini, hendaknya memiliki pengetahuan yang menyeluruh menyangkut perbuatan-perbuatan Allah, bahwa tidak ada satu pun yang tidak seimbang dari ciptaan-Nya.
Demikian Imam Ghozali.
Berakhlak dengan Al-'Adl
Kita yang bermaksud meneladani sifat ini, terlebih dulu harus dapat yakin terhadap keadilan Ilahi, kemudian kita harus dapat menegakkan keadilan walau terhadap keluarga, ibu bapak, diri kita sendiri, bahkan terhadap musuh kita sekalipun.
Sebenarnya, keadilan pertama yang mesti kita tegakkan adalah adil terhadap diri kita sendiri. Di antaranya ialah dengan jalan meletakkan syahwat dan amarah kita sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal dan agama, bukan malah menjadikannya tuan yang mengarahkan akal dan tuntunan agama kita.
Ada satu poin penting yang perlu kita pahami, bahwa penganiayaan dan gangguan tidak selalu mencerminkan ketidakadilan, tidak, tidak.
Perlu kita ingat, bahwa apabila ada dokter memerintahkan kita yang sakit untuk minum obat yang pahit sehingga kita menjadi terganggu, atau seorang hakim yang menjatuhkan hukuman bagi seorang terpidana, maka walaupun menyakitkan, itu semua merupakan tindakan keadilan.
Sebab pada tempatnya lah, sakit dan gangguan itu ditempatkan.
Wa Allah a'lam.
Diringkas dan dikutip dari referensi:
Menyingkap Tabir Ilahi; Asma al-Husna dalam Perspektif Al-Qur’an, karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab hlm. 148-152.
Post a Comment