Meneladani Kelemahlembutan Allah melalui sifat Al-Lathif (31)
Makna Al-Lathif
Menurut para pakar bahasa, Al-lathif terambil dari kata lathafa yang mengandung makna halus, lembut, atau kecil.
Azzajaj berpendapat bahwa Al-lathif berarti Dia yang melimpahkan karunia kepada hamba-hamba-Nya secara tersembunyi dan tertutup, tanpa kita ketahui, serta menciptakan untuk kita sebab-sebab yang tak terduga guna meraih anugerah-Nya.
Oleh Imam Al-Ghazali, yang berhak menyandang sifat ini adalah Dia yang mengetahui rincian kemaslahatan dan seluk beluk rahasianya, yang kecil dan yang halus, kemudian menempuh jalan untuk menyampaikannya kepada yang berhak secara lemah lembut bukan kekerasan.
Sifat Al-lathif yang dimiliki Allah ini memiliki banyak bukti, di antaranya segala sesuatu yang dihamparkan-Nya di alam raya untuk kita dan makhluk lainnya. Dia memberi melebihi kebutuhan kita, tetapi tidak membebani kita dengan beban berat yang tak mampu kita pikul.
Dapat dikatakan pula, bahwa Al-lathif adalah Dia yang selalu mengendaki untuk makhluk-Nya kemaslahatan dan kemudahan lagi menyiapkan sarana dan prasarana guna kemudahan meraihnya.
Dia yang bergegas menyingkirkan kegelisahan pada saat terjadinya cobaan, serta melimpahkan anugerah sebelum terbetik dalam benak.
Meneladani Al-Lathif
Kita sebagai makhluk, tidak mampu meneladani Allah dalam sifat Uluhiyah, termasuk sifat Luthf yang disandang zat-Nya itu. Akan tetapi, kita dapat meneladani sifat Luthf Ilahi yang tercermin dalam perbuatan-perbuatan-Nya, dalam batas kemampuan kita tentunya.
Apabila hendak meneladani sifat Allah ini, kita semestinya menghiasi diri dengan akhlak mulia, serta menjalin hubungan yang harmonis dengan semua pihak lagi bersikap lemah lembut terhadap makhluk-makhluk-Nya.
Jika mampu, kita hendaknya memberi sebelum tangan yang butuh terulur, atau sebelum kalimat mohon terucapkan.
Kita pun bisa mengamati sifat Allah ini, yang salah satu indikatornya adalah terciptanya hubungan harmonis, baik dalam keluarga kecil maupun keluarga besar, yang tentunya harus kita perjuangkan.
Sebagaimana Nabi saw berpesan, "Hendaklah segala sesuatu kalian hiasi dengan kelemahlembutan, karena tidak sesuatu pun yang dihiasi dengannya, kecuali menjadi baik dan indah. Dan tidak sesuatu pun yang luput dari kelemahlembutan kecuali menjadi buruk."
Wa Allah a'lam.
Diringkas dan dikutip dari referensi:
Menyingkap Tabir Ilahi; Asma al-Husna dalam Perspektif Al-Qur’an, karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab hlm. 153-157.
Post a Comment