Meneladani Asy-Syakur, Allah Yang Maha Menerima Syukur Hamba-Hamba-Nya (36)
Makna Asy-Syakur
Syakur terambil dari kata syakara yang bermakna antara lain "pujian atas kebaikan" dan "penuhnya sesuatu". Dalam Al-Qur'an, kata syukur biasa diperhadapkan dengan kata kufur.
Ini karena syukur dapat diartikan "menampakkan sesuatu ke permukaan", sedangkan kufur bermakna "menutupinya".
Menampakkan nikmat Tuhan antara lain dalam bentuk memberi sebagian nikmat itu kepada orang lain, sedangkan menutupinya dapat dicontohkan dengan sifat kikir.
Oleh sebagian pakar bahasa, bahwa sifat syakur berarti Dia yang mengembangkan amalan hamba-Nya walaupun sedikit, dan melipatgandakan ganjarannya.
Imam Ghazali tentang Asy-Syakur
Imam Ghazali memaknai Syakur sebagai Dia yang memberi balasan banyak terhadap pelaku kebaikan yang sedikit. Dia menganugerahkan kenikmatan yang tidak terbatas waktunya untuk amalan-amalan kita yang terhitung dengan hari-hari yang terbatas.
Siapa yang membalas kebajikan dengan berlipat ganda maka ia dinamai mensyukuri kebajikan itu. Begitu pula siapa yang memuji yang berbuat baik, ia pun dapat disebut mensyukurinya.
Apabila kita melihat makna syukur sebagai pelipatgandaan balasan, maka yang paling pantas dinamai syakur hanyalah Allah, karena pelipatgandaan ganjaran oleh-Nya tak ada batasnya.
Syakur juga dapat berarti "puji". Bahwa setiap yang baik yang lahir di alam raya ini adalah atas izin dan perkenan Tuhan. Apa yang lahir dari kita dan orang lain pada hakikatnya adalah dari Allah semata.
Jika demikian, pujian apapun yang kita sampaikan kepada orang lain, akhirnya akan kembali kepada Allah juga. Itu sebabnya pada saat bersyukur, kita diajarkan untuk mengucapkan Alhamdulillah, dalam arti "segala puji hanyalah bagi Allah".
Meneladani Sifat Asy-Syakur
Syakur adalah bentuk superlatif. Allah adalah syakur. Ada juga dari kita, hamba-hamba-Nya yang syakur, walau tidak banyak. Tentu saja berbeda makna dan kapasitas syakur antara kita dengan sifat yang disandang Allah swt.
Apabila kita bersyukur kepada orang lain, berarti kita memuji kebaikannya serta membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak. Syukur yang demikian dapat juga merupakan bagian dari syukur kepada Allah.
Itu pula sebabnya sehingga Allah merangkai perintah bersyukur kepada-Nya dengan perintah bersyukur kepada kedua orang tua.
Di sisi lain, syukur kita kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hati kita betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya dan dorongan untuk bersyukur dengan lisan dan perbuatan.
Melalui perbuatan, kita dapat bersyukur kepada-Nya dengan menghayati makna syukur, yaitu sebagai jalan "menggunakan anugerah Ilahi sesuai tujuan penganugerahannya".
Ini artinya, kita harus dapat menggunakan segala yang dianugerahkan Allah di alam raya ini sesuai dengan tujuan Allah menciptakannya.
Wa Allah a'lam.
Diringkas dan dikutip dari referensi:
Menyingkap Tabir Ilahi; Asma al-Husna dalam Perspektif Al-Qur’an, karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab hal. 174-178.
Post a Comment