Berkurban: Merelakan yang Disukai untuk Mendekatkan Diri

Table of Contents
Hikmah berkurban

Berkurban, secara sederhana bisa kita artikan dengan merelakan hati atas sesuatu yang kita sukai, yang kita anggap baik, yang jelas punya makna kebaikan.

Mungkin lebih dari itu, berkurban jika dimaknai dari akar kata arabnya, ia berarti mendekatkan diri (kepada Allah swt).

Lantas, sudah berkurban apa kita?

Berkurban: Merelakan Yang Disenangi Demi Ketaatan

Jika dilihat dari luar hukum Islam, kita bisa berkurban apa saja. Yang penulis alami hari-hari ini, mungkin yang pas dikurbankan adalah kebiasaan-kebiasaan yang sebelumnya kita anggap baik, ternyata (setelah ditinjau secara teori maslahat-mafsadatnya) lebih baik kita tinggalkan, satu per satu.

Berkurban bagi penulis dalam hal ini adalah merelakan diri, merelakan hati, untuk tidak melakukan kebiasaan-kebiasaan kurang baik itu, serta merelakan juga untuk memulai kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih baik.

Di antaranya bangun lebih pagi, mengurangi porsi sarapan tapi tetap bergizi, meluangkan waktu untuk berolahraga, tahu kapan waktunya bicara, tahu bicara sesuai kondisinya, pentingnya jeda/istirahat sejenak di saat penat, membatasi media sosial-menggantinya dengan membaca buku, dan bijak mengelola waktu untuk beribadah, bekerja, serta untuk keluarga.

Berkurban: Mengorbankan Waktu Yang Kita Sukai

Ada waktu-waktu tertentu yang suka kita pakai, yang kadang-kadang justru berujung sia-sia, seperti malam hari untuk nyecroll lini masa media sosial, pagi hari kita pakai untuk tidur, siang hari terlalu lama memakai jam istirahat, sore hari dengan dalih me time kadang diisi dengan bermalas-malasan.

Alhasil, momen berkurban ini sepantasnya kita rayakan dengan mulai mengelola waktu kita, mengorbankan hal-hal yang mulanya kita sukai, diganti dengan hal-hal yang Dia cintai.

Memanfaatkan waktu, kesempatan, dengan kegiatan yang lebih menguntungkan hari ini, serta sebagai investasi 'masa depan'.

*

Jadi, bagaimana dengan kurban teman-teman?

Mudah-mudahan Gusti Allah menerima kurban kita semua.

Tabik,

Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment