Son, Sometimes I Call You Sun Because You Like to Shine

Table of Contents

 SON, sometimes I call you SUN because you like to SHINE

Sebagai orang tua, terkadang saya menemui kebuntuan dalam berpikir, penat dalam beraktivitas, lelah dalam keseharian.

Namun tatkala bertemu si kecil yang ceria dan sedang aktif-aktifnya, yang saat ini menuju 2,5 tahunnya, perasaan-perasaan minor tadi hilang sirna.

Dia, putra saya, seperti halnya mentari, yang dalam gelap dia menyinari, dalam dingin dia menghangatkan, dalam keputusasaan dia datang membawa harapan.

Sore hari kemarin, di luar pengawasan (lengahnya) kami, dia sempat jatuh saat bermain berlari di dekat kami. Dia menangis dan merasa kesakitan. Kami sebagai orang tuanya pun mulai cemas dan dalam tekanan. Tangisannya seakan mewakili bagaimana perih yang ia rasakan.

Tangan kirinya, ntah pergelangan atau sikunya, seperti sulit untuk digerakkan. Rasa sedih dan takut pun muncul, menghilangkan ceria, dan seperti membungkam kami selaku orang tuanya.

Namun kami harus bisa mengendalikan diri. Percaya pada Tuhan. Dia punya sifat Sang Penyembuh, pastinya ada kita yang tertimpa sakit dan berharap sembuh.

Keesokan harinya (tadi pagi) istri saya memanggil seorang terapis. Dengan segala bentuk drama si kecil, yang berdasarkan cerita istri saya yang menemaninya lantaran saya sedang tugas bekerja, jagoan kecil kami pun akhirnya mau diterapi. Alhamdulillah.

"Dislokasi ligamen siku", begitu isi pesan WA istri saya. Setelah saya cari informasi di internet, hal itu umum terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun, karena jaringan ligamennya masih berkembang. Optimisme kesembuhannya pun menyelimuti kami.

Namun satu kalimat yang dilontarkan petugas itu sesaat setelah terapi, "Semoga adek hari ini bisa digerak-gerakkan ya tangan (kiri)-nya. Kalau besok masih sakit, segera diperiksakan untuk di-rontgen," seakan pesimisme datang kembali.

Doa kami sejak siang, sampai sore hari. Hingga datang satu momen di mana dia bangun dan mengajak ibunya berdiri tuk menyanyi. Saat itu bertepatan ketika saya baru sampai di depan pintu berdiri sambil mengamati.

"Alhamdulillah, Gusti Allah mboten sare," syukurku dalam hati sembari menahan air mata haru keluar di hadapan anak dan istri.

Di balik cerita yang membolak-balikkan hati, kami sadar untuk perlu meluangkan waktu untuk sering-sering membersamai.

Saya saat bertugas mungkin menjabat sebagai karyawan, tetapi saat di rumah, saya di mata keluarga adalah suami, ayah sekaligus teman.

Ya, banyak kenangan kelam pun tersingkap terang lantaran anak kita kembali riang. Rasa putus asa pun hilang setelah datangnya harapan.

Terima kasih, nang.

Terkadang aku memanggilmu mentari, karena kamu senang menyinari.

*

SON, sometimes I call you SUN, because YOU like to SHINE.

*

Tabik,

Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment